Tuesday, September 2, 2008

Tua-Muda dalam Logika Kekuasaan

Sambungan (Pemimpin Muda dan Ghiroh Multikulturalisme) .....
Tua-Muda dalam Logika Kekuasaan
Kekuasaan? Tanya saja yang muda-muda. Kalau yang yang tua seringkali terseret dalam dua opisisi binner makna kekuasaan; hitam-putih. Yang tua hanya berpikir satu di antara dua jalan kebenaran. Sejarah membuktikan ini. Bagi mereka para sesepuh, kekuasaan berarti berkuasa untuk kepentingan satu pihak yang harus benar, yang harus dijaga, yang harus dimenangkan. Perbedaan pandangan dianggap menyesatkan, perbedaan ideology itu subeversif dan harus dilenyapkan. Tidak ada jalan tengah.
Masih ingat kah kita bagaimana kejinya Undang-Undang Subversi di era Orde Baru yang menjadi tameng kebenaran bapak-bapak kita untuk melenyapkan para aktivis, menghalalkan premanisme Petrus (penembak Misterius) untuk melabrak sipa saja yang dianggap mencoreng muka Bapak tanpa melalui proses hukum yang jelas.
Di era reformasi, setali tiga uang. Alias sama saja. White collar crime mendominasi panggung politik kita. Dengan gaya baru, tapi lebih halus, fatwa sesat terhadap terhadap keyakinan berbeda dilembagakan sedemikian rupa. Pembunuhan terhadap munir adalah bentuk “terindah” dari terror secara fisik dan mental terhadap berbagai aktifitas yang merongrong wibawa pemerintah. Pembelokan sedemikian rupa terhadap prinsip yang terkandung dalam pancasila dan UUD 45 dengan munculnya “ayat-ayat” hukum yang mentoleransi kolonialisme melalui UU yang membebaskan pihak asing menjarah apa saja yang dimiliki bangsa ini. Lihat saja apa yang terjadi dengan kontrak-kontrak karya pejabat kita dengan para bule itu, yang alih-alih menguntungkan, justru menyeret kita semakin jauh dari kemerdekaan yang sesungguhnya.
Bagaimana dengan yang muda? Kekuasaan bagi mereka bukan kekuasaan yang terjerembab dalam logika oposisi biner; mereka adalah generasi multitasking. Sebuah generasi yang memiliki seabrek ide dan kreativitas untuk ditelorkan. Sebuah generasi yang bisa melakukan berbagai aktivitas beragam di saat yang sama. Yang muda lebih memahami kenekaragaman karena mereka sudah terbisa menghadapinya, dan yang pasti mereka lahir di saat multiplisitas itu memang sedang berjalan. Idealisme mereka adalah idealisme muda yang penuh spirit, penuh kreatifitas, penuh kegairahan, selalu mengalir, tidak kaku, idealisme yang terbuka terhadap berbagai dialektika, yang terpacu dengan beraneka tantangan. Itulah dunia generasi muda. Semangat mereka adalah semangat mengejar impian menuju Indonesia Baru.