Thursday, March 31, 2011

AKU, FOUCAULT dan DERRIDA di antara "teori" GAYUS: Sebuah Dialog Imajiner

Oleh: Astar Hadi

Gayus, Gayus, Gayus… !!! Aku berteriak, ngelindur, ngomong tidak karuan, menyebut sebuah “teks” itu sangat keras.

Gayus. Adalah seseorang, sebuah nama, sebuah metaphor, sebuah relasi kuasa, sebuah konstruksi rezim dan sebuah mata uang. Ia juga adalah sebuah derivasi dari sejarah “baru” pasca reformasi yang melekat di dalamnya sebuah sifat, karakter, dan wajah baru sebuah bangsa bernama Indonesia Raya, sebuah dunia. Gayus adalah Kita!!!

Gayus telah menjadi fenomena sekaligus medan diskursus. Ia menghadirkan berbagai dekonstruksi yang “berusaha” membongkar relung terdalam dan wilayah paling banal kehidupan kita. Ibarat sebuah perjalanan, sosok ini kembali menandai jejak-jejak purba (arch trace) mesin hasrat yang bekerja ala id dan ego Freudian sekaligus mengumbar ranah genealogy of Moral Michel Foucault dan mengungkap sisi-sisi subtil labirin kebenaran Jean Jacques Derrida yang selalu dalam proses menjadi (process of becoming).

Tanpa aku sadari, celotehku itu, membangkitkan dua orang dari tidur panjangnya. Mereka bukan “orang sembarangan”. Mereka bahkan orang yang baru saja ku sebut-sebut dalam celoteh ngawurku itu. Pada titik polisentris inilah, di suatu hari yang gelap di rimba antah-berantah, aku, Foucault dan Derrida, bisa bertemu. Aku sedikit gugup. Bahagia.

Aku: hai Foucault, apa kabar? Lama kita gak bertemu.

Foucault: not so good. Yeah… aku terlalu lama disibukkan oleh penulusuran archeo-geneologis atas arsip-arsip dunia. Alhamdulillah, karna Indonesia kita bisa bertemu. Seharusnya dari dulu aku cukup tinggal di sini. Andai sejak dulu aku dah mengenal negeri ini, mungkin, ku gak perlu kesana-kemari. Cukup bertemu Gayus, penelitianku ini akan terasa sangat sempurna. Tapi sayang, aku terlambat. Aku dah gak ada saat teori ini muncul

Belum selesai Foucault berbicara, tiba-tiba dari balik kuburnya, sayup-sayup terdengar suara Derrida menyahut karena merasa terusik oleh sebuah nama; Gayus.

Derrida: Gayus??? Aku pernah mendengar teks ini jauh sebelum On Grammatology rampung. Aku dengar dia itu sebuah open text yang luar biasa. Aku mencari-carinya, karena, katanya, dia satu-satunya teori yang melampui teori Dekonstruksi ku yang terkenal itu. Foucault, kamu membangunkanku. Aku penasaran. Aku tunda dulu kematianku 6 tahun yang lalu itu.[1] Lanjutkan, aku ingin mendengar.

Faocault: hahaha… masih mending km Derrida. Aku yang terhimpit puluhan tahun di dalam tanah juga memaksa tubuhku yang tinggal tulang-belulang ini menyatu lagi gara-gara ada teori yang sangat sempurna yang pernah ku dengar. Ya, si (teori) Gayus itu… hahaha. Kita ternyata bernasib sama Derrida… mari kita tunda dulu kematian kita untuk beberapa saat saja… J





[1]



BERSAMBUNG...