Wednesday, May 7, 2008

China dan Pembantu

Aku punya temen sekelas di masa kuliah S1 dulu yang “n’gilani” dan punya cita-cita yang cukup unik bin langka. “Cita-cita ku sederhana aja, pengen punya pembantu China,” tuturnya, setengah becanda. Mungkin juga, maksud temenku ntu cuma sekadar guyonan pembuka obrolan seserius apa pun. Maklum, dia emang rajanya fresh joke (guyonan segar kalee maksudnya). Meski demikian, aku sempat dibuat berpikir bahwa yang dikatakannya, ada benarnya. “Kebayang nggak”, lanjutnya, “kalo punya pembantu China kayaknya asyik banget, jarang-jarang loh orang punya pembantu China, sebaliknya malah kita-kita ini (non Chinesse, pen) yang kebanyakan jadi pembantu mereka, bukan begitu?!,” celotehnya menjelaskan.
Begitu lah temenku, si Blacky (Nama Samaran, kayak Koran aja), yang ternyata emang jago juga menggunakan logat “Mandarin” versi ngawurnya –kebetulan dia cuma bener pas nyebut kata Metro Xinwen dan Wu ai ni ketika itu, yang lainnya cuma ngepas-ngepasin doank. Ya, jujur aja, aku sempat berpikir kayak si Blacky. Lucu juga kalo pas naik mobil ntar orang-orang bisa salah kira, yang mana bos yang mana pembokat.... hahaha. Kalo menurut saya sich, pasti si Blacky deh yang dikira pembantunya. Ya maklum lah, setauku, selain item, pakean gak keurus, tampang awut-awutan, si Blacky –terakhir-akhir ne dia ganti nick-nya agak nge-Eropa Timur dengan sebutan Gosongkovic-- juga jarang mandi.
Lain Blacky, lain pula si Pepy (juga bukan nama sebenarnya). Si Pepy, kebetulan temenku juga, yang bekerja di sebuah LSM yang bergerak di bidang HIV/AIDS ini sich gak pengen punya pembantu China. Pria yang juga selalu membagi-bagi kondom –setidaknya aku mesti dikasih hampir di setiap kali ketemu— untuk healthy sex ini, Cuma merasa miris dengan fenomena economical gap yang dilihatnya akhir-akhir ini.
Berawal dari sekadar basa-basi di telepon, Pepy bercerita padaku, bahwa suatu malam, di bulan April 2008 yang lalu, ia dan temennya yang juga temanku berjalan-jalan ke Tunjungan Plaza (TP) Surabaya untuk melepas penat plus cuci mata selepas penelitian lapangan yang cukup melelahkan. Karena perut dah pada keroncongan, ia dan temennya ini langsung aja menuju lantai IV buat membuang waktu membeli suasana alias makan-minum + cangkrukan di sebuah Café di pusat perbelanjaan tersebut. “Aku jadi sedih ngeliat orang-orang kayak aku (orang Jawa) Cuma jadi pelayan di tempat itu,” keluhnya. Pria kondom ini, begitu aku memanggilnya, melihat orang-orang yang nyantap makanan di sekelilingnya rata-rata etnis Tionghoa, sementara yang “pribumi” bisa dihitung dengan jari. Nah loh?! Emang kenapa? Cemburu kalee…
“Sama sekali nggak,” bantahnya tegas, menimpali celetukanku di telepon. Dengan nada yang kayaknya serius banget deh, ia jelasin ma aku bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam distribusi kekayaan ekonomi bangsa Indonesia yang justru dikuasai oleh etnis minoritas. Terjadinya ketimpangan ekonomi ini bukan terletak pada ketidakmampuan warga non-Tionghoa dalam mengelola sumber daya ekonomi yang ada, akan tetapi ada, yach, semacam pengebirian yang menempatkan warga “pribumi” pada posisi periferial. Gto loh !!! “Ini memang bukan salah Chinesse semata,” bebernya. Kebijakan pemerintah baik dalam jalur birokratis maupun secara politis sepertinya lebih condong "mempermudah" izin usaha yang dilakukan oleh warga Ras Kuning ini. Sementara itu, untuk warga Indonesia yang bukan Tionghoa, lebih-lebih yang miskin, seringkali dipersulit melalui birokrasi yang njlimet setiap kali mau mengurus izin usaha baru. benarkah? Mungkin kata2 teman saya ini berlebihan. karena, nyatanya, etnis Tionghoa bekerja berdasarkan kemampuannya, bukan atas dasar pilih kasih, lebih-lebih terkait izin usaha.
Yg pasti... orang miskin di larang naek pangkat kalee. Mending kayak di sinetron, itu tuh, biasanya yang awalnya jadi pengemis, ada gadis angkot, usut punya usut, ending-nya bisa berubah jadi kayak mendadak. Coz, ya ternyata si lakon ntu cucu ato anaknya orang the have yang kebetulan terlantar. Pokoknya kalo dah di sinetron, yang kere mudah banget jadi elite. Kali aja orang2 miskin jadi pada demen nonton sinetron gara-gara bayangan jadi kaya itu mudah bangetttttt... Moga aja aku ne keturunan, Bill Gates atau paling nggak, ya ada titisan keluarga Cendana lah, ya minimal sebagian hartanya nyerempet ke aku... yachhhh, jadi kebayang sinetron lagi dunk.... jadi ngelantur neh.. hehehe.
Oh ya, mpe lupa... begini loh, lebih jauh Pepy ngeliat, fakta-fakta shopping center dan basis-basis usaha industri manufaktur di Indonesia, khususnya Jawa Timur, kebanyakan dikuasai oleh etnis minoritas tersebut. Bahkan, tegasnya, kerajaan bisnis warga Tionghoa telah merambah bidang-bidang usaha lainnya seperti pertanian dan peternakan misalnya.
“Bukannya saya anti China, tapi pemerintah harus fair dong,” kritiknya. Bak seorang aktivis -wah hampir lupa kalo dia tuh emang seorang aktivis kelamin— dia menegaskan bahwa untuk melawan “ketidakadilan” ini diperlukan langkah ideologis yang mendorong terjadinya perubahan arah kebijakan ekonomi baik di tingkat Lokal maupun Nasional yang tidak diskriminatif, yang tidak hanya berpihak pada etnis-etnis tertentu, baik China, Jawa, Dayak, Arab, atau etnis lainnya di Indonesia. Semua komponen bangsa berhak secara adil untuk memperoleh kesejahteraan ekonominya melalui kebijakan yang berpihak pada semua kalangan, dan lebih khusus bagi yang berada di bawah garis kemiskinan, siapa pun itu.
Pada akhirnya, saya Cuma bisa mengangguk-anggukan kepala mendengar pemaparan melalui telepon tersebut. Tapi saya secara pribadi juga berpendapat, apa yang dikatakan Blacky yang mungkin sekadar guyonan maupun gaya serius Pepy mungkin "ada benarnya" juga. Keduanya, secara tidak langsung telah membeberkan fakta-fakta tentang terjadinya ketimpangan ekonomi yang begitu besar di tubuh negeri kita ini.
Karena pada prinsipnya, kita semua adalah bagian dari warga bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, ras, agama (SARA) selayakanya memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam melakukan tindakan ekonomi masing-masing dengan syarat kebijakan yang nantinya ditelorkan tidak bersifat diskriminatif. Kan katanya kita-kita ne BHINEKA TUNGGAL IKA…Iya gak, iya gak?!
Capekkkk dehhhhh.... yeah, menurut hemat saya sich (bukan penghematan duit loh… hehehe), sudah saatnya ada gerakan yang lebih ideologis dalam menjajaki Visi Ekonomi Indonesia ke depan yang cucok bokkk alias egaliter, pro rakyat miskin (pro poor policy) dan tentunya tidak diskriminatif... Wallohu A’lam.

14 comments:

  1. Ah teori omong kosong.. dari mana kalian tau bahwa etnis cina dipermudah ijinnya blabla. Siapa yang minoritas disini. Urus apa-apa, dimintai duitnya duluan, mentang-mentang bermata sipit. Memang berapa gelintir dari orang cina sih yang kaya? Yang miskin juga banyak. Sama aja sama orang pribumi. Memangnya waktu kerusuhan, yang diperkosa dan dijarah itu kaum apa?

    Memangnya bangsa ini miskin karena kehadiran orang cina yang pintar bisnis? yang benar saja.... what a laugh.

    ReplyDelete
  2. sorry yah, tapi bangsa pribumi Indo memang sudah terkenal malas dan tidak bisa simpan duit. Punya duit sedikit udah ngutang kanan kiri karena iri sama tetangga yang udah punya motor dll. Terus kalo gak bisa maju-maju, ya salahinlah keadaan dan orang lain (baca yang sipit-sipit itu). Udah terkenal kok, tanya aja sama orang Arab di Saudi sana, orang Indo identik dengan pembantu, itupun dengan kualitas di bawah orang Filipino karena malas dan bego (makanya sering digebukin disana). Jadi yah, nasib lah kalo dilahirkan sebagai pribumi Indo.

    ReplyDelete
  3. posting yg sangat aneh.. sedikit memutarbalikan fakta tepatnya.. krn yg sy lihat benar2 kebalikannya.
    sy sih bukan membela etnis cina, tp sy suka liat sendiri dgn mata kepala sy bahwa yg sering banget disusahin itu etnis cina. mulai dr buat KTP, urus surat2 akta lahir, akta nikah dsb..
    sebagai contoh waktu sy nikah dengan mudahnya sy buat di kantor catatan sipil, sedangkan teman sy yg beretnis cina hrs di catatan sipil utk WNI keturunan cina dan pembuatannya berlipat2 dari saya..

    next time, tolong dicermati dan bergaulah banyak dgn suku ras yg berbeda2 agar pemikiran tidak sempit sehingga tdk memprovokasi pembaca.. salam.. bhineka tunggal Ika
    demikian saran dari sy..

    ReplyDelete
  4. waduwww..jadi ingat jaman kul dulu neeehh....jd kangen..pa kabar astar, seorang bocah putra daerah yang punya retorika tajam. berdebat denganmu ttg banyak hal memang seruuuu...kamu satu-satunya orang yg pandai mendebatku dimana aja..hehehehe keep fight bro..(gosongkovic.blogspot.com)

    ReplyDelete
  5. wah-wah si Raja Utan dah masuk dunia maya juga rupanya...hahahaha. Alhamdulillah, aku baek2 aja Black
    kayaknya km terlalu berlebihan menilai aku atu justru menunjukkan kekuranganku alias bopeng di wajah ku.... kapan2 kalo kita bisa ngobrol2 lagi, dan aku jamin bakal lebih seru lagi dari sekadara "khayalan"-mu memiliki pembantu China...hahaha... Keep writting juga Bro

    ReplyDelete
  6. hehehe...lucu juga membaca cerita di atas, saya hanya bisa bilang : ambil contoh yang baik nya saja, yang buruknya di buang..mengerti kira2 maksud kata2 saya ? begini nih : mereka, etnis cina, terkenal akan kerja keras dan uletnya...coba lihat cara berfikir dan kerja mereka, dan bandingkan dengan diri anda (tidak usah dengan orang lain). Saya pribadi sih,hanya bisa bicara/ngomong : Kita, Pribumi...hehehe..kurang kerja keras dan ulet..serta tidak mau maju !

    ReplyDelete
  7. yeah...memang lucu... tp anda semua benar :) pemantik api baru di mulai... tinggal menyalakannya aja agar kerja keras dan keuletan itu bukan "milik" china semata...satu hal, jgn buang yg buruk, simpan lah ia di dlm setiap ingatan kita.... sapa tau noda selalu belajar...

    ReplyDelete
  8. ahh... tulisan anda berbau SARA boss. mencari solusi jauh lebih baik ketimbang mempermasalahkan masalah. solusi yang paling sederhana adalah: kalau anda sudah punya anak, tanamkan pada mereka sejak mereka kecil, bahwa menjadi pebisnis/enterpreuner yang ulet itu jauh lebih bermartabat ketimbang menjadi pegawai negeri yang bisanya cuma korupsi dan morotin rakyat saja, dan bahwa kerja keras yang tulus dan ikhlas itu selalu bermanfaat tidak hanya bagi dirinya, tapi juga bagi orang2 di sekitarnya.
    Gitu aja kok repooootttt???

    ReplyDelete
  9. komentar cerdas buge :) ... kalo dikatakan SARA, kayaknya berlebihan coz gak ada maksud ke arah sana.. ni sekedar respon atas fenomena yg sedang berkembang...
    soal PNS, it's ok, aku sangat setuju dgn pendapat anda..


    Salam kenal

    ReplyDelete
  10. sorry no offense banyak juga chinese yg miskin, sampe bunuh diri sekeluarga. chinese lebih milih jadi pedagang keliling, jual kue2, sebelum memilih option jadi pembantu.. aye??

    semua orang juga ada kesusahan masing2.. cmn orang chinese itu dari kecil udah di buat susah sama orang tuanya, uang ga ada, dan di suruh kerja.. semua2 di hubungkan dengan duit... kalo pijet mama dapet uang jajan, kalo ga pijet ga dapet. lama kelamaan anak2nya dari kecil udah kebiasaan kerja buat dapet duit..

    ReplyDelete
  11. Dari dulu selalu kaum Chinese dikatakan dapat fasilitas dr pemerintah sehingga bisa berhasil,
    Ini omong kosong, sampai2 pejabat pemerintah sendiri bengong saat dengar statement semacam ini
    Yg umum nya dilontarkan oleh mahasiswa2 etnis pribumi.
    Krn si Pejabat tahu persis bahwa mereka sdh berusaha mati2an kasih fasilitas
    Berlebihan sama kaum pribumi dn sdh mati2an mempersulit kaum Chinese,
    Lha kok etnis pribumi nya kok tetap mempermasalahkan hal demikian?
    Sebenarnya di benak kaun pribumi pun sdh tahu knp ada gap / kesenjangan ekonomi ini,
    Kaum pribumi pun tahu bahwa gap ini bukan kesalahan kaum Chinese, tp kaum Pribumi
    Hanya cari kambing hitam, dn beraninya cuma sama kaum Chinese!
    Coba kalau sam org2 keturunan Arab yg juga bukan pribumi,
    Walaupun sering dimuat berita org Arab berlaku semena mena di Indo maupun menyiksa TKI,
    Sampai saat ini blm pernah ada kaum pribumi yg berani menegur mereka, malah
    Kaum Pribumi yg angkat bicara mengkritik org2 Arab?

    ReplyDelete
  12. Sdr Astar,

    Dgn status anda sbg mahasiswa S2 di Malang, semestinya anda tahu bahwa warga keturunan Chinese di bumi Indonesia ini sama sekali tdk dpt fasilitas apapun dr pemerintah ,malah jadi warga negara kelas 2, sdgkan org pribumi jd warga negara kelas 1.
    Tp kalau ternyata anda memang tdk tahu hal ini, bs jd anda berpura pura goblok saja atau goblok beneran.
    krn bayangkan yg org pribumi yg notabene mahasiswa S 2 saja segoblok ini, apalagi yg cuma tamatan SMA atau bahkan SMP ?
    jadi kalau kalau sampai warga keturunan Chinese lbh berhasil drpd org pribumi itu SEMATA MATA HANYA KRN KETURUNAN CHINESE LBH PANDAI DRPD SI PRIBUMI YG TOLOL ITU.
    Contohnya anda sendiri yg kelihatannya mahasiswa S2 di Malang, saya berani memastikan anda tdk pandai berhitung, tdk pandai mengerti soal2 fisika, kimia, dll
    anda kelihatannya cuma suka bersilat lidah, ciri khas org2 yg belajar ilmu sosiologi politik di Indonesia.
    Sungguh memprihatinkan nasib bangsa Indonesia kalau kaum intelektual nya diisi dgn orang2 berkemampuan sgt terbatas spt anda.
    Sedangkan anda kelihatannya sangat narsis sekali dn sgt percaya diri dgn semua tulisan2 tolol anda itu????

    ReplyDelete
  13. terima kasih Anonymous (tanpa nama) atas kritik pedas nya :)
    sebenarnya kalo and benar2 perhatiin keseluruhan isi tulisan di atas, saya gak bermaksud sama sekali diskriminatif, apalagi sampai merendahkan etnis tertentu...
    itu semua sekadar "menyambung" lidah teman yg merasa kecewa dengan kesenjangan ekonomi yg terjadi saat ini... saya juga gak mengatakan kalo kebijakan yang ada mengutamakan etnis Chinaa...
    oya, sedikit redaksional yang salah, yg seharusnnya saya hapus terkait izin usaha, itu memang gak benar. saya pada dasarnya gak bermaksud demikian. yg benar adalah, bahwa "tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapapun, dari etnis manapun, dlm hal izin usaha". kenyataanya, orang miskin, entah dari etnis china ato lainnya, lebih sulit untuk memperoleh izin usaha dgn mudah tanpa ada jaminan yang "nyata"
    anda benar saat anda mengatakan kalo saya tidk begitu ngerti soal Fisika, Kimia.. tapi anda salah juga ketika mengatakan "pribumi yang tolol" dan anda juga salah saat menyamakan "sosiologi politik itu inheren dengan kelihaian bersilat lidah".coba anda koreksi juga dengan benar :)

    terima kasih atas koreksinya... saya blm sempat mengedit kekeliuran itu.


    Salam Hangat n Salam Kenal


    Astar Hadi

    ReplyDelete
  14. Orang kulit putih di Australia memberi fasilitas yg bermacam-macam kepada kaum aborigin (etnis pribumi) dengan salah satu tujuannya adalah melemahkan daya juang dan daya saing mereka. Mahathir selalu merasa resah dengan sulitnya meningkatkan daya juang dari suku etnis di Malaysia yang sudah terbiasa dengan fasilitas yg biberikan kepada mereka oleh kerajannya.
    Jelas bahwa etnis yg selalu terjepit, tertekan dan dalam keadaan sulit yang memprihatinkan akan tumbuh lebih kuat daya juangnya.
    Mudah di understood kan ?

    ReplyDelete