Saturday, November 15, 2008

PILKADA & SIGNIFIKANSI SURVEY PUBLIK


Oleh: Tim Indomatrik


I. LATAR BELAKANG
A. PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

Indonesia memasuki era baru. Setelah presiden dipilih secara langsung, mulai 2005, kepala daerah dipilih secara langsung. Keputusan ini terjadi setelah DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (UU Otoda). Dengan UU baru ini, gubernur dan bupati/wali kota akan dipilih secara langsung.
Pemilihan kepala daerah secara langsung ini akan diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan biayanya ditanggung APBD. Saat ini pemerintah tengah menyiapkan peraturan pemerintah (PP) untuk mengatur secara teknis revisi UU tersebut. Beberapa PP yang sedang disiapkan antara lain menyangkut tata cara pemilihan kepala daerah secara langsung, pertanggungjawaban kepala daerah, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah, tata hubungan antara penyelenggara pemerintahan daerah, kedudukan keuangan kepala daerah, dan organisasi pemerintahan daerah.
Pemilihan kepala daerah secara langsung itu akan mulai dilakukan Juni 2005. Seluruh daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada kurun waktu Juni 2005 akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung untuk mencari gubernur dan bupati/wali kota yang baru. Data dari Departemen Dalam Negeri menunjukkan, kepala daerah yang habis masa kerjanya sampai tahun 2005 mencapai 185 untuk Bupati / Walikota dan 7 orang untuk Gubernur. Sementara kepala daerah yang sebenarnya telah habis masa kerjanya tahun 2004 ( tapi diperpanjang hingga 2005 karena ada Pemilu), berjumlah 31 orang untuk Bupati / Walikota dan 4 orang untuk gubernur.
Total selama tahun 2005 ada 227 pemilihan kepala daerah secara langsung, yang terdiri dari Pemilihan Bupati / Walikota sebanyak 216 orang, dan Gubernur sebanyak 4 orang. Ini memang angka teoritis. Karena jadi tidaknya pemilihan kepala daerah secara langsung tergantung kepada kesiapan dari daerah masing-masing. Tetapi paling tidak selama 2005, ada lebih dari 100 pemilihan kepala daerah di Indonesia yang dilakukan secara langsung. Departemen Dalam Negeri sendiri menargetkan, sampai lima tahun ke depan (2009), diproyeksikan semua provinsi dan Kabupaten / Kotamadya di Indonesia telah melakukan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Pemilihan kepala daerah secara langsung ini sangat berbeda dengan sistem yang ada saat ini. Sebelumnya, kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Kedudukan dan posisi kepala daerah sangat tergantung kepada DPRD. Proses pemilihan kepala daerah acapkali diwarnai oleh lobi dan politik dagang sapi. Tidak jarang, di banyak wilayah, pemilihan kepala daerah ditandai dengan jual beli suara dan politik uang. Rakyat pemilih tidak bisa menentukan sendiri pilihan mereka, karena kandidat tergantung kepada anggota DPRD. Dengan pemilihan kepala daerah secara langsung, rakyat bisa menentukan sendiri siapa yang dipilih sebagai kepala daerah.
Lewat pemilihan kepala daerah secara langsung, posisi kepala daerah akan jauh lebih kuat karena mendapat legitimasi dari pemilih secara langsung. Sebelumnya, posisi kepala daerah juga tidak kuat. Pemerintah kepala daerah bisa mudah digoyang oleh DPRD. Banyak kebijakan daerah yang dibuat dengan berkompromi----tidak jarang disertai dengan jual beli suara dan politik uang. Lewat pemilihan secara langsung, kepala daerah bisa bekerja tanpa khawatir digoyang oleh DPRD. Posisi kepala daerah jauh lebih kuat.


B. APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH KANDIDAT KEPALA DAERAH
Dengan pemilihan secara langsung, politik dagang sapi dan politik uang akan semakin sulit dilakukan. Pemilihan Presiden tahun 2004 lalu menunjukkan, politik uang tidak bekerja sama sekali dalam menentukan pilihan pemilih. Ada dua konsekuensi penting dari pemilihan kepala daerah secara langsung. Pertama, suara pemilih akan sangat menentukan. Kemenangan seorang kandidat tergantung kepada seberapa besar kepala daerah dipilih oleh pemilih. Kandidat kepala daerah harus bisa menarik simpati pemilih sebesar mungkin. Pada titik ini, lobi atau politik uang tidak bekerja sama sekali. Kedua, keberhasilan seorang kandidat kepala daerah bisa diukur dari seberapa mampu seorang kandidat menjangkau pemilih.
Untuk sampai kepada dukungan pemilih, ada tiga aspek yang harus dipunyai oleh kandidat kepala daerah. Pertama, popularitas (sejauh mana kandidat dikenal oleh pemilih). Dalam pemilihan secara langsung, kandidat membutuhkan popularitas. Logikanya, pemilih hanya akan memilih seorang kepala daerah yang dia kenal. Semakin dikenal seorang kandidat oleh pemilih akan semakin baik. Kedua, acceptabilitas (diterima oleh pemilih). Kandidat tidak hanya butuh popularitas, kandidat juga membutuhkan penerimaan publik. Pada titik ini, citra kandidat memainkan peranan penting. Apakah kandidat kepala daerah dipersepsikan secara baik atau buruk oleh pemilih. Apakah kandidat kepala daerah dipersepsikan oleh pemilih sebagai sosok yang kompeten atau tidak dalam menyelesaikan masalah yang ada di daerah. Ketiga, preferensi (pilihan). Pada akhirnya popularitas yang tinggi, penerimaan pemilih yang baik, harus bisa diubah menjadi preferensi. Pemilih akan memilih kandidat kepala daerah pada hari pencoblosan.
Jika kandidat kepala daerah ingin memenangkan pemilihan kepala daerah, ia harus menjangkau tiga aspek tersebut. Kandidat harus bisa dikenal oleh sebanyak mungkin pemilih. Setelah dikenal, kandidat harus juga menanamkan citra yang positif di mata pemilih. Dan pada akhirnya, mendorong pemilih agar menentukan pilihan pada kandidat kepala daerah. Hanya lewat proses inilah kandidat bisa diterima dan dipilih oleh pemilih. Tidak diperlukan lagi politik uang. Tidak diperlukan lagi lobi atau pengumpulan massa. Keberhasilan seorang kandidat tidak diukur dari seberapa banyak ia bisa mengumpulkan massa dalam jumlah besar di lapangan saat kampanye. Yang diperlukan oleh kandidat kepala daerah ada terjun dan merebut hati pemilih secara langsung.


C. PERLUNYA SURVEI BAGI KANDIDAT KEPALA DAERAH
Keberhasilan kandidat pada Pemilihan Kepala Daerah secara langsung tergantung kepada berhasil tidaknya kandidat mempengaruhi pemilih. Karena itu kandidat membutuhkan data yang akurat: dari soal popularitas, acceptabilitas hingga preferensi pemilih. Di level popularitas misalnya. Kandidat membutuhkan data seberapa besar ia dikenal oleh pemilih. Segmen masyarakat mana saja yang belum mengenal, apa strategi yang bisa dilakukan untuk mendekatkan diri dengan pemilih agar lebih dikenal dan sebagainya. Di level acceptabilitas, seorang kandidat juga membutuhkan data yang akurat mengenai bagaimana penilaian publik terhadap personalitas dan kompetensi kandidat. Bagaimana pemilih menilai kandidat: apakah dicitrakan baik atau buruk. Aspek citra positif apa saja yang melekat pada diri kandidat sehiingga bisa dimaksimalkan lewat strategi kampanye. Aspek citra negatif apa yang ada pada diri kandidat sehingga bisa dilakukan langkah antisipasi, dan sebagainya. Sementara pada level prefersensi, kandidat juga membutuhkan data terpercaya mengenai seberapa besar dukungan pemilih pada kandidat. Bagaimana potensi kandidat dan lawan politik pada hari pencoblosan. Apa strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan dukungan pemilih. Pendek kata, di semua level kandidat membutuhkan data yang terpercaya dan akurat.
Pertanyaannya, alat apa yang bisa dipakai oleh kandidat kepala daerah untuk mendapatkan data tersebut? Kebanyakan politisi melihat besar tidaknya popularitas atau dukungan dari pengumpulan massa saat kampanye. Semakin besar massa yang datang di saat kampanye menandakan ia populer, diterima (acceptabel) dan didukung. Fakta ini seringkali menipu. Banyaknya orang yang berhasil digalang, tidak secara otomatis menandakan besarnaya popularitas dan dukungan pemilih pada seorang kandidat. Pengalaman Pemilu Presiden Tahun 2004 yang lalu memberikan pelajaran tersebut. Meskipun kampanye pasangan Megawati-Hasyim selalu dipenuhi oleh massa, ternyata dukungan riil dalam Pemilu tidak sebesar yang diduga. Pasangan Megawati-Hasyim justru kalah dibandingkan dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla.
Satu-satunya jalan untuk mendapatkan data tersebut adalah lewat jajak pendapat, atau juga dikenal sebagai survei opini publik. Jajak pendapat telah terbukti sebagai alat yang terpercaya untuk mengukur pendapat masyarakat di banyak negara termasuk Indonesia. Karena itu, survei atau jajak pendapat bisa dimanfaatkan oleh kandidat yang ingin maju dalam pemilihan kepala daerah.


II. TUJUAN DAN KEGUNAAN SURVEI
Tujuan survei adalah mengukur secara akurat, kekuatan dan kelemahan kandidat. Data ini penting sebagai landasan dalam menyusun strategi bagi kandidat dalam memenangkan pemilihan. Paling tidak ada tiga survei yang bisa dikerjakan dan berguna bagi kandidat. Pertama, survei mengukur tingkat pengenalan ( popularitas) kandidat. Kedua, survei mengukur tingkat penerimaan pemilih pada kandidat. Ketiga, survei mengukur besar kecilnya dukungan pemilih pada kandidat.
Survei berguna bagi kandidat. Data survei menjadi cermin bagaimana pemilih melihat kandidat. Data survei juga berguna sebagai bahan membuat strategi untuk mendekati pemilih. Dengan data yang tepat, strategi yang dipakai juga bisa tepat sasaran.


III. METODE SURVEI
A. BAGAIMANA SURVEI DILAKUKAN

Survei atau jajak pendapat adalah cara modern untuk mengetahui pendapat masyarakat. Disebut modern karena survei memakai teknik dan metode penelitian ilmiah untuk mengukur pendapat masyarakat. Surevi adalah cara untuk mengetahui pendapat masyarakat atau pilihan pemilih, hanya dengan mewawancarai sedikit orang. Tetapi metode yang dipakai haruslah benar agar sedikit orang itu mewakili (representasi) dari suara banyak orang. Bayangkanlah Anda memakan daging sapi. Untuk mengetahui bagaimana rasa daging sapi ini, kita tidak perlu memakan satu ekor sapi. Cukup memakan satu cuil daging sudah bisa mengetahui bagaimana kira-kira rasa daging sapi itu. Hal yang sama bisa disejajarkan dengan pendapat masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana pilihan masyarakat pemilih di satu daerah, kita tidak perlu mewawancarai semua pemilih. Cukup diambil perwakilannya (sampel). Kalau di daerah A ada pemilih sejumlah 10 juta, kita hanya perlu sampel sekitar 1.000 orang saja. Untuk mengambil 1.000 orang (sampel) itu diperlukan satu metode, sehingga sampel itu hasilnya sama atau paling tidak mendekati populasi. Ilmu pengetahuan berupa statistik telah memberi banyak petunjuk bagaimana sampel itu diambil.
Asal dilakukan dengan benar dan dengan metode yang ketat, sampel ini tidak pernah salah dalam menggambarkan suara masyarakat. Metode survei telah dibuktikan di banyak tempat, dan di banyak negara.


B. JENIS SURVEI YANG BISA DIPILIH OLEH KANDIDAT
Ada tiga pilihan survei yang bisa dipilih oleh kandidat kepala daerah: Pertama., individual survei. Survei dilakukan satukali saja sepanjang periode pemilihan. Misalnya, Pemilihan Kepala Daerah Bulan Agustus 2005. Kandidat bisa memilih, kapan survei dilakukan---apakah bulan Januari, Mei atau Juli. Wawancara survei hanya dilakukan satu kali saja. Kelebihan dari survei ini, menghemat dari segi biaya. Kelemahannya, survei ini tidak bisa menangkap trend perubahan pendapat masyarakat. Opini publik umumnya sangat dinamis, mudah bergerak dan berubah. Perubahan ini tidak bisa ditangkap dalam individual survei. Karena survei hanya dilakukan satu kali saja sepanjang periode pemilihan.
Kedua, tracking survei. Pada tracking survei, wawancara (survei) dilakukan berkali-kali. Berapa jumlah survei, tergantung permintaan dari kandidat kepala daerah. Jadi kalau hari Pemilihan Kepala Daerah bulan Agustus 2005 mislanya, survei bisa dilakukan 3 atau 4 kali sebelum bulan Agustus 2005. Kelebihan dari tracking survei, karena survei dilakukan berkali-kali, bisa diketahui perubahan opini publik. Kandidat kepala daerah bisa mengetahui naik turunnya popularitas, atau naik turunnya dukungan pemilih pada dirinya. Hasilnya bisa terus menerus dievaluasi dan dijadikan bahan dalam penyusunan strategi. Kelemahan dari tracking survei pada biayanya yang relatif mahal. Karena survei dilakukan 3-4 kali, secara otomatis biayanya 3-4 kali lipat lebih besar dari pada individual survei.
Ketiga, panel survei. Jenis survei ini adalah pemecahan kelemahan dari tracking survei. Sama dengan tracking survei, panel survei adalah jenis survei yang dilakukan beberapa kali sebelum hari pemilihan. Bedanya, dalam panel survei, responden yang diwawancarai dari satu survei ke survei lain sama. Karena responden sama ( panel), maka biaya survei bisa lebih ditekan. Kelebihan lain, sama dengan tracking survei, kandidat kepala daerah bisa mengetahui trend suara dan dukungan pemilih dari satu waktu ke waktu lain.
Pilihan survei yang mana yang akan diambil oleh kandidat, tergantung kepada kandidat itu sendiri. Dalam hal ini pertimbangan strategi, data/informasi yang dibutuhkan dan dan yang tersedia bisa menjadi alasan pemilihan jenis survei.


C. METODE PENARIKAN SAMPEL
Metode penarikan sampel adalah aspek paling penting dari survei atau jajak pendapat. Sampel yang didapat dan nantinya diwawancarai haruslah mewakili ( representasi) dari suara semau pemilih yang ada di daerah tersebut. Metode sampel yang dipakai untuk mendapatkan sampel yang representatif adalah metode penarikan sampel bertingkat (multistage random sampling). Metode ini adalah metode yang lazim dipakai dalam praktek survei atau jajak pendapat di Indonesia. Metode ini dipakai untuk mendapatkan sampel dari karakter populasi yang heterogen seperti di Indonesia.
Seperti namanya, penarikan sampel dilakukan secara bertingkat. Pertama, menarik sampel secara random (acak) kecamatan. Peneliti akan mendata semua kecamatan yang ada dalam satu daerah ( kabupaten / kotamadya). Dari situ lalu diambil secara random kecamatan terpilih. Proses ini bisa ditiadakan. Dalam arti, klien bisa memilih langsung random ke desa / kelurahan, tetapi berakibat pada wilayah yang tersebar dan biaya survei yang relatif lebih mahal. Kedua, setelah kecamatan terpilih, kemudian di data desa terpilih dalam kecamatan tersebut. Lalu secara random (acak) diambil desa terpilih. Ketiga, dari desa terpilih ( bisa sekitar 30-40 desa), peneliti menerjunkan pewawancara. Satu desa akan ditempati oleh satu pewawancara. Pewawancara datang ke desa, dan mendata semua RT ( Rukun Tetangga) yang ada dalam desa tersebut. Proses berikutnya, dilakukan random atas RT. Keempat, dari RT terpilih, pewawancara lalu mendata KK (Keluarga) yang ada dalam RT tersebut. Setelah didata, lalu dilakukan proses random (acak) lagi sampai ditemukan KK terpilih. Kelima, dari KK terpilih itu, pewawancara datang ke masing-masing KK yang telah terpilih dalam proses random. Dengan menggunakan Kish Gris, pewawancara akan menarik sampel responden dari anggota keluarga yang ada dalam satu KK. Dari situ wawancara bisa dilakukan.
Lewat metode acak bertingkat ini, bisa dijamin sampel yang representatif. Sampel yang terpilih adalah pencerminan dari suara populasi masyarakat pemilih.


IV. PELAKSANAAN SURVEI
A. PERIODE SURVEI
Kandidat kepala daerah bisa memilih, kapan survei dilakukan. Secara umum, survei terbagi ke dalam, survei pra pemilihan, hari pemilihan dan pasca pemilihan. Periode survei itu tentu saja mempunyai tujuan yang berbeda. Survei pra pemilihan lebih ditujukan untuk mengetahui pendapat dan opini pilihan masyarakat, termasuk perkembangan dan dinamikanya. Sementara survei pasca pemilihan, lebih ditujukan untuk evaluasi: keberhasilan atau kegagalan pemilihan.
Untuk survei pra pemilihan, waktunya juga bisa dipilih oleh kandidat kepala daerah. Bisa 3 bulan, 2 bulan atau 1 bulan menjelang hari pemilihan. Bahkan bisa pula 1 minggu atau beberapa hari menjelang hari pemilihan. Semua periode waktu survei itu membawa konsekuensi pada tujuan dan sasaran yang berbeda. Survei yang dilakukan jauh menjelang hari pemilihan lebih dimaksudkan untuk mendapatkan input sebanyak mungkin, data dan informasi jauh-jauh hari menjelang pemilihan. Sebaliknya, survei yang dilakukan beberapa hari menjelang pemilihan lebih dimaksudkan untuk prediksi perolehan suara.


B. PROSES PENGERJAAN SURVEI
Survei dilakukan dengan proses sebagai berikut. Prose speratam kali adalah desain riset. Jika desain riset disetuji (tujuan, fokus dan metode survei) akan dieksekusi lewat instrumen survei. Instrumen survei ini yang akan dipakai dalam wawancara lapangan. Setelah wawancara lapangan, dilanjutkan dengan proses input dan analisa data/ Semua proses akan melibatkan klien ( kandidat kepala daerah). Semua proses itu ( dari desain riset hingga analisa data) bisa dikerjakan dalam 14 hari atau 2 minggu.

**Disarikan dari Indomatrik Files

4 comments:

  1. Salam,

    Wah, kayaknya tulisan Anda ini merupakan tawaran proposal bagi siapa yang mau maju dalam Pilkada?

    ReplyDelete
  2. bisa ya bisa gak...mungkin juga?! ada yang mau?
    intinya, bahwa survey itu penting untuk mengethaui sejauh mana intensitas partisipasi masyarakat/publik di saat pesta demokrasi berlangsung, dan yang lebih penting, agar bagimana masyarakat mengetahui calon pemimpinnya dan tawarannya bagi masa depan pemerintahan yg lebih baik...moga aja


    salam

    ReplyDelete
  3. salam,
    saya mau tanya bagaimana cara membuat wawancara dalam survei pilkada

    ReplyDelete
  4. salam,
    saya mau tanya bagaimana cara membuat wawancara dalam survei pilkada

    ReplyDelete