Thursday, July 16, 2009

Douglas Kellner on Habermas II

sambungan...


Habermas dan Mazhab Frankfurt: Asal Muasal Transformasi Strukural Ruang Publik

Sejarah dan awal kontroversi The Structural Transformation of the Public Sphere sangat bertalian dengan Lembaga Penelitian Sosial tempat Habermas bekerja. Setelah studi yang dilakukan bersama Horkheimer dan Adorno, pada tahun 1950-an di Jerman, Habermas meneliti suatu ruang public baru yang muncul selama era Pencerahan dan revolusi amerika maupun revolusi Perancis dan bagaimana keduanya menawarkan debat dan diskusi politik. Seperti yang tertera dibawah ini, Habermas lantas mengembangkan studinya dengan konteks analisis pergeseran dari wilayah kapitalisme pasar liberal di Abad 19 menuju wilayah Negara dan kapitalisme monopoli di Abad 20 yang dikembangkan oleh Frankfurt School. (Lihat Kellner 1989).

Tentu saja, studi Habermas pada 1960-an secara kokoh berpegang pada tradisi dan concern Lembaga Penelitian Sosial tempat ia bernaung. Satu dari artikel pertamanya yang diterbitkan memperlihatkan perspektif kritis terhadap masayarakat konsumen dan karya awal lainnya terdiri atas studi-studi tentang rasionalisasi, kerja dan waktu senggang, media, opini public, dan ruang public (Habermas 1972). Kerja Habermas selanjutnya terkait pengembangan posisi Lembaga termasuk juga keterlibatannya dalam debat positivisme yeng memperlihatkan dirinya masih kuat menganut konsepsi teori social dialektis Mazhab Frankfurt dengan praktik bertujuannya berhadapan dengan teori social postivistik (Habermas 1976). Dan, dalam Theory and Practice, Habermas mempertahankan kesatuan dari teori dan praktik yang mengacu pada Markisme Klasik dan teori kritik masyarakat, dan dia juga menjabarkan lebih jauh pada dimens-dimensi moral dan politik dari teori kritis (Habermas 1973).

Kerja awal Habermas pada Lembaga Penelitian Sosial menekankan studinya pada opini-opini politik dan potensi para siswa. Dalam sebuah ujian Student und Politik (dipublikasikan tahun 1961), Habermas dan dua anggota orientasi dari Lembaga tersebut melakukan “investigasi sosiologis tentang kesadaran politik siswa-siswa Frankfurt” (13 ff). Studi tersebut berkenaan dengan Gruppenexperiment yang dilakukan pada setiap awal masuk Lembaga yang bertujuan untuk membedakan potensi demokratis dan anti-demokratis dalam banyak bidang pada masyarakat Jerman setelah Perang Dunia 2 melalui analisis survey dan wawancara mendalam (Pollock 1955). Juga sebagai langkah awal, Lembaga mempelajari kelas pekerja Jerman dan Warganegara Jerman pasca Perang Dunia 2 yang memperlihatkan tingginya kelesuan politik dan tingginya disposisi otoritarian-konservatif (lihat Fromm 1989), maka setelah melakukan survey terhadap para siswa Jerman menyingkapkan sangat rendahnya persentase (4%) para siswa yang “sejatinya demokratis”, dibandingkan dengan 6% otoritarian yang kaku. Begitu pula, hanya 9% yang memperlihatkan apa yang menurut pengarang dianggap sebagai “potensi demokrasi yang jelas”, di saat yang sama ada16 % yang menunjukkan “potensi otoritarian yang jelas” (Habermas, et. al, 1961: 234). Dan karena lebih banyaknya tendensi dan prilaku yang apatis dan kontradiktif dari mayoritas masyarakat, sebagian besar dari mereka lebih tunduk kepada model otoritarian ketimbang orientasi demokratis.

Habermas menulis pengantar pada studi “On the Concept of Political Participation,” yang menjelaskan konsepsi tentang partisipasi politik otentik yang dipakai sebagai norma untuk mengukur prilaku siswa, pandangan dan kebiasaannya. Sebagaimana ia melakukan studi lanjutan tentang ruang public, Habermas menjelaskan berbagai konsepsi demokrasi yang dirunut dari demokrasi Yunani ke dalam bentuk demokrasi borjuis sebagai catatan penting demokrasi dalam kapitalisme Negara kesejahteraan dewasa ini. Secara khusus, ia membandingkan demokrasi partisipatoris Yunani dan pergerakan demokrasi radikal dengan legislatif, yaitu demokrasi borjuis parlementer abad 19 dan tantangan terhadap reduksi partisipasi warga Negara dalam Negara kesejahteraan sekarang ini. Habermas membela “nuansa demokrasi radikal” yang baru tumbuh di mana masyarakat ingin berdaulat dalam bidang politik dan ekonomi berhadapan dengan bentuk-bentuk baru demokrasi parlementer. Karena itu, Habermas merapatkan dirinya pada model “demokrasi yang kuat” yang sejalan dengan Rousseau, Marx dan Dewey.[1]

Dalam studi awalnya tentang para siswa dan politik, Habermas mempertahankan prinsip-prinsip kedaulatan masyarakat, hukum formal, hak-hak yang dijamin secara konstitusional, dan kebebasan sivil sebagai bagian dari warisan progresif masyarakat borjuis. Strateginya ini merupakan model awal demokrasi borjuis dalam rangka mengkritisi terjadinya kemerosotan dan kemunduran di kemudian hari, dan juga untuk mengembangkan sebuah konsep normatif demokrasi yang akan ia gunakan sebagai standar “kritik imanen” terhadap demokrasi Negara kesejahteraan yang ada. Habermas percaya, baik Marx dan Frankfurt School awal, telah menganggap remeh pentingnya prinsip-prinsip hukum universal, hak asasi, dan kedaulatan, dan tentu saja proses redemokratisasi teori social radikal merupakan tugas yang sangat krusial.

Student und Politik diterbitkan pada tahun 1961, dan selama periode yang sama, siswa radikal di Amerika Serikat mengembangkan konsepsi yang sama terkait demokrasi partisipatoris, termasuk juga penekanannya pada demokrasi ekonomi.[2] Untuk selanjutnya, Habermas kemudian memberikan perhatian pada beragam cara dan konteks dalam mengembangkan teori-teori demokratisasi dan partisipasi politik. Mulai dari awal karirnya, tentunya, sampai sekarang, karya Habermas berbeda dalam penekanannya pada demokrasi radikal, dan fondasi politik ini menjadi penting dan (karena, red) kadang menjadi subteks yang terlewaatkan dalam banyak karyanya.

Habermas mengkonsepsi studinya pada ruang publik borjuis sebagai Habilitationschrift, sebuah disertasi postdoctoral untuk kenaikan gelar keprofesoran. Calhoun mengklaim bahwa Aorno dan Horkheimer menolak disertasi tersebut, (karena) dianggap tidak cukup kritis terhadap ideologi demokrasi liberal (lihat Calhoun 1992: 4f). Bagaimanapun, Wiggershaus menganggap bahwa “Adorno yang merasa bangga padanya (Habermas, red), pada dasarnya menerima tesis tersebut”, akan tetapi Horkheimer merasa yakin kalau Habermas terlalu radikal dan tidak dapat menerima permintaan revisi, karena itu sama artinya dengan mencoreng muka siswa paling menjanjikan di Institut tersebut, ia pun menekannya (Habermas, red) untuk mencari tempat kerja lain (1996: 555).

Habermas menyerahkan disertasinya kepada Wolfgang Abenroth di Marburg, salah seorang professor New Marxist di Jerman pada saat itu, dan pada tahun 1961 ia menjadi Privatdozent (dosen khusus, red) di Marburg, kemudian ia menerima gelar profesornya di Heidelberg pada tahun 1962. Kemudian atas dukungan Adorno, Habermas kembali ke Frankfurt pada tahun 1964 untuk mengambilalih posisi Horkheimer dalam bidang filsafat dan sosiologi. Dengan demikian, Adorno pada akhirnya mampu menganugerahkan mahkota suksesi yang sah kepada seorang yang menurutnya merupakan teorisi kritis yang paling mampu dan paling berjasa (Wiggershaus 1996: 628)


Bersambung...



[1] Disaat menulis artikel Habermas and Dewey pada wal 1990, saya (Douglas Kellner, red) bertanya pada Habermas jika Dewey telah mempengaruhinya, ia kemudian menjawab bahwa uraian mendalam Dewey tentang demokrasi liberal, tentang dan public, dan tentang hubungan aktif antara teori dan praktik, memberi kesan mendalam baginya; untuk lebih lengkapnya lihat Antonio dan Kellner, 1992. untuk itu, saya (Douglas Kellner, red) kira bijak untuk mengatakan bahwa Habermas telah muncul sebagai seorang teorisi dan pembela utama konsepsi sempurna dari demokrasi liberal dewasa ini, dan ia bisa dilihat sebagai penerus Dewey.

[2] On SDS, lihat Sale 1974; Gitlin 1987; dan Miller 1994.

No comments:

Post a Comment