Sunday, July 19, 2009

Douglas Kellner on Habermas III

Sambungan....

Dialektika Ruang Publik

Perhatian utama Habermas pada persoalan demokratisasi yang menitikberatkan pada partisipasi politik sebagai inti dari masyarakat demokratis dan sebagai unsur sejati dalam pembangunan diri individu. Studinya tentang Strctural Transformation of the Public Sphere diterbitkan pada tahun 1962 dan dibandingkankan/dibedakan dengan beragam bentuk yang ada, dimana, ruang public borjuis partisipatoris di era heroisme demokrasi liberal (dibandingkan) dengan bentuk khusus dari politik penonton dalam masyarakat industri yang birokratis, yang di dalamnya media dan para elit mengontrol ruang public.[1] Dua tema utama buku tersebut memuat analisis asal mula sejarah ruang public borjuis, yang diikuti oleh catatan tentang perubahan structural ruang public di era kontemporer yang ditandai dengan bangkitnya kapitalisme Negara, industri-industri budaya, dan mengguritanya kekuatan korporasi ekonomi, serta bisnis berskala besar dalam kehidupan public. Dalam kata lain, ekonomi berskala besar dan lembaga-lembaga pemerintah mengambil alih ruang public, di mana warganegara hanya menjadi konsumen barang, jasa, adminitrasi politik, dan (semacam, red) lumbung pertunjukan (spectacle).

Mengambil contoh dari perkembangan-perkembangan di Inggris, Perancis dan Jerman, pada akhir abad 18 dan abad 19, pertama-tama Habermas merangkumnya dalam sebuah model yang ia sebut “ruang public borjuis”, dan lantas menganalisis kemundurannya di abad 20. Sebagaimana yang Habermas muat dalam Pengantar buku tersebut: “penelitian kami menghadirkan suatu gambaran unik tentang unsur-unsur liberal dari ruang public public borjuis dan atau perubahannya (transformasi) dalam Negara kesejahteraan social” (Habermas 1989a: xix). Penelitian tersebut melibatkan berbagai disiplin, termasuk filsafat, teori sosial, ekonomi, dan sejarah, dan tentu saja, menginstansiasi (instantiates) mode teori sosial supradisiplin bagi Lembaga Penelitian Sosial tersebut. Berdasarkan tinjauan historis, penelitian ini meletakkan dirinya sebagai proyek Lembaga dalam rangka pengembangan teori kritis era kontemporer dan memposisikan aspirasi-aspirasi politiknya sebagai kritik terhadap kemunduran demokrasi dewasa ini, yang berarti sebuah panggilan untuk melakukan pembaruan –tema-tema tersebut menunjukkan titik sentral pemikiran Habermas.

Setelah menggambarkan gagasan tentang ruang publik borjuis, opini publik dan publisitas (Offenlichkeit), Habermas menganalisis struktur-struktur sosial, fungsi-fungsi politik, konsep dan ideologi ruang publik, sebelum kemudian ia menjelaskan pergeseran sosial-struktural ruang publik, perubahan-peubahan dalam fungsi-fungsi public, dan pergeseran-pergesaran dalam konsep opini public pada tiga Bab Penutup. Teks tersebut menyodorkan telaah konseptual yang ketat dan kesuburan gagasan yang menjadi ciri dari karya Hebrmas, yang justru, memuat lebih banyak landasan historis murni dibanding dari banyak karyanya dan hal ini menyiratkan acuan/matriks untuk karyanya yang muncul di kemudian hari.

Kesimpulan-kesimpulan saya (Douglas Kellner, red) berikut ini hanya sebatas highlight beberapa gagasan kunci yang penting untuk menjelaskan konsepsi ruang public dan transformasi struktural yang akan membantu mengevaluasi signifikansi dan batasan-batasan dari karya Habermas dalam rangka menjelaskan kondisi demokrasi masyarakat kontemporer.

Ruang public borjuis pada mulanya memunculkan sekitar 1700 dalam interpretasi Habermas yang bertujuan memediasi antara perhatian khusus individu dalam keluarga mereka, ekonomi, dan kehidupan social, yang dibandingkan dengan (adanya) kewajiban-kewajiban dan perhatian terhadap kehidupan social dan public. Ini juga untuk memediasi pertentangan kelas antara borjuis dan warganegara (atau), meminjam istilah yg dipakai Hegel dan Marx Muda, untuk menanggulangi kepentingan dan opini pribadi agar terciptanya kepentingan bersama dan supaya tercapainya consensus social. Ruang public terdiri atas organ-organ informasi dan debat politik seperti Koran dan jurnal, juga terdiri atas lembaga-lembaga diskusi politik seperti parlemen (DPR, red), klub-klub politik (partai politik, red), kelompok publik, pub dan warung kopi, gedung pertemuan, dan tempat-tempat publik lainnya, tempat dimana diskusi sosial politik berlangsung. Pada sejarah awalnya, individu-individu dan kelompok membuat opini publik, mengekspresikan secara langsung kepentingan dan kebutuhan mereka di saat mempengaruhi politik praktis. Ruang publik borjuis menjadi mungkin untuk membentuk opini publik yang menentang kekuasaan negara dan kepentingan para elit yang coba untuk menyendat (kehidupan) masyarakat borjuis.


Bersambung........


[1]

No comments:

Post a Comment