Friday, June 4, 2010

Memimpin dengan Hati

Oleh: Astar Hadi

“Jika saja akhir dari kehidupan di depanku, dalam hitungan lima belas kaki sedang aku masih memiliki kesempatan sekadar menanam biji kurma untuk masa depan anak-anakku,maka aku pun akan menanamnya Sehingga kehidupan itupun menghampiriku.” (Ali Bin Abu Thalib)

Kata-kata indah lagi bijak yang diucapkan oleh Sayyidina Ali di atas menggambarkan sosok seorang bapak yang welas-asih, seorang bapak yang selalu tertanam dalam jiwanya sebuah bayangan optimis masa depan, seorang bapak yang selalu sabar menjalani hidup, seorang bapak yang istiqomah atau berpegang teguh pada nilai-nilai kehidupan yang bertujuan menciptakan perubahan yang lebih baik, seorang bapak yang berjiwa amanah dalam menggenggam prinsip kepemimpinan, bahwa hidup adalah secercah kesempatan untuk berbuat dan bergerak bagi kepentingan dan kemaslahatan kehidupan manusia.

Wejangan dari salah seorang Sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW ini memang singkat, tapi mengandung makna yang sangat luar biasa dan penuh inspirasi. Ibarat air yang mengalir di setiap hulu dan hilir sungai, cipratan pesannya meneteskan sebuah daya, sebuah semangat dan sebuah rasa cinta dari hati yang selalu ingin menyirami, mengaliri dan membasahi berjuta kehidupan di depannya.

Dalam diri setiap manusia telah dianugerahi Alloh SWT hati, otak dan tubuh yang sempurna. Dengannya kita diberkahi bekal berharga untuk menanam, mengolah, benih “biji kurma”, “biji padi”, “biji sawit”, dalam setiap hitungan “lima belas kaki”, dalam setiap petak lahan/ladang, dalam setiap jantung desa dan kota, dan dalam setiap denyut nadi kehidupan yang ada di sekitarnya. Inilah sebuah gambaran jiwa pemimpin sejati yang bisa mewujud dalam setiap pribadi, setiap keluarga, setiap tempat, setia[ pemerinthan dan dalam setiap kesempatan.

“Sesungguhnya dalam diri Rasulullah SAW terdapat teladan yang baik” (Al-Hadits). Dalam diri Nabi Muhammad SAW telah tertanam jiwa seorang pemimpin sejati, baik sebagai pribadi maupun sebagai pemimpin ummat. Beliau adalah pemimpin yang mampu menyatukan semua golongan, merangkul setiap pribadi, menanamkan etos kerja, tidak membeda-bedakan suku, mentoleransi hak-hak setiap keyakinan (agama) untuk hidup dan bermasyarakat. Karena keberhasilan kepemimpinan beliau pula, cikal-bakal (istilah) masyarakat madani menjadi idaman setiap desa, kota, bahkan sebuah Negara, bisa terwujud.

Tongkat estafet kepemimpinan itu berlanjut pada pribadi-pribadi Khulafa’urrasyidin, Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Keempat sahabat Nabi SAW ini merupakan sosok pemimpin yang sabar, adil, hasanah, amanah, tawaddu’, dan istiqomah, dalam mengayomi dan melayani kesejahteraan rakyatnya.

Berbuat untuk Semua

Merenungkan kembali ucapan Ali Bin Abi Thalib di atas, setidaknya, tersirat tiga sikap yang seharusnya dimiliki seorang pemimpin. Pertama, pemimpin yang istiqomah atau berkomitmen terhadap masa depan. “Di akhir kehidupan di depanku, dalam hitungan lima belas kaki,” ucap beliau, menyiratkan sebuah sikap istiqomah, memperlihatkan komitmen dan pendirian teguh terhadap visi dan misi kehidupan. Layaknya burung walet yang setiap tetes air liurnya bermanfaat buat kesehatan, dan perumpamaan seekor lebah yang setiap tetas “kotorannya” menghasilkan madu, seorang pemangku jabatan, atau saiapa pun, bahkan dalam sejengkal akhir hayatnya, sejatinya selalu menjwai sikap teguh pendirian terhadap kesejahteraan rakyat, terhadap masa depan sebuah negeri.

Kedua, pemimpin yang melayani dan atau perhatian terhadap masa depan rakyat. Alloh berfirman, “wa tawashau bilhaq watawashau bis shobri”, selalu saling mengingatkan dalam kebaikan (kebenaran) dan kesabaran. Merujuk pada kalimat Ali selanjutnya, “sedang aku masih memiliki kesempatan sekadar menanam biji kurma untuk masa depan anak-anakku,” adalah sikap hati yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat atas kepentingan diri sendiri. Antara isi ayat dan petuah putra Abu Thalib ini, mewartakan kedewasaan, jiwa kepemimpinan, yang hendak menggugah relung keasadaran terdalam calon pemimpin untuk senantiasa memberi ruang dan membuka peluang –bukan janji palsu— bagi anak-anaknya (baca: masyarakat) untuk mengairi sawah atau ladangnya, mengepulkan asap dapurnya, sehingga tidak ada lagi cerita miris tentang banyak maling kelas teri yang divonis secara tidak adil karena kemiskinan dan pemiskinan. Para pemimpin yang perhatian pada rakyat adalah mereka-mereka yang selalu memberi umpan, menyiapkan kail, agar para pemancing (rakyat) tidak lagi kesulitan memancing ikan-ikan kesejahteraan dari hulu sampai hilir di setiap sudut Pulau Seribu Masjid ini.

Ketiga, pemimpin yang terus bergerak dan berbuat untuk kemaslahatan. “Maka aku pun akan menanamnya sehingga kehidupan itu pun menghampiriku.” Mutlak dibutuhkan sebuah kualitas pribadi yang tidak cukup “sekadar” memperhatikan, memberi ruang dan membuka peluang. Lebih dari itu, terpatri sesosok diri berkarakter yang bisa menjadi magnet, menarik, mengajak, menanamkan benih-benih kesadaran yang jadi senjata picu bagi masyarakat untuk berlomba-lomba menjaga harmonisme bermasyarakat, bekerja, berbuat untuk kemaslahatan. Rasulullah bersabda, “khoirunas anfa’uhum linnas,” sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat buat manusia lainnya. Arti penting seorang pemimpin manakala ia tidak pernah berhenti untuk menanam, menyemai, menyirami, mengaliri secara terus-menerus dunianya, rakyatnya, sehingga mendarahdaging, menyatu, dalam hati, benak dan pikiran tiap orang yang dipimpinnya. Dengan demikian, seorang bapak yang baik adalah bapak yang selalu mengayomi, melayani, melindungi, selalu bergerak dan berbuat agar benih-benih tanaman kemakmuran tersemai bagi anak-anaknya hingga kehidupan selalu terjaga. Dan, pada akhirnya, semoga saja di Pilkada kali ini, kita menemukan sosok pemimpin Daerah yang memiliki “kesanggupan” dan komitmen kuat untuk menanam dan mengolah “biji kurma” itu agar semai kesejahteraan bisa terwujud di bumi Nusa Tenggara Barat ini. Wallahu A’lam Bis Shawab.

*Astar Hadi adalah alumni Ponpes Nurul Hakim, Kediri, Lobar, dan Penanggung Jawab Jurnal Madzhab Djaeng (for Multicultural Studies & Social Sciences), Malang, Jawa Timur.

No comments:

Post a Comment