Tuesday, June 21, 2011

GERHANA itu BULAN

BULAN; bhkn dalam sebotol bir pun, ia selalu ada, dalam gerhananya, dalam cahayanya... sebuah percikan cakrawala langit yang datang dan menghilang membius Ibrahim dalam ekstase spritualitas tanpa batas melampui angka2 bernama Tuhan..sebuah nuansa magis yang hadir menguliti jejak tanda bagi Laila dan Majnun yang terhipnotis oleh rasa taat karena kesadaran akan cinta...

GERHANA HAMPIR TOTAL: sekelumit cerita tentang manusia yang ringkih, tertatih dalam lirih, ; sejumput kisah tentang manusia yang gagah, pongah dalam marwah...

haruskah kita bermuka madah dan atau sumringah? sementara sang bulan pun telah bersembunyi kembali kala pagi telah merekah...



(Foto oleh Paox Iben Mudhaffar)

UNEG-UNEG: "PENYAKIT" (POLITIK) BAHASA BANGSA SASAK, MUNGKIN.

Nun tengah di sana. Di sebuah Kecamatan Antah Berantah "tanpa" peta di pulau Lombok terdapat sebuah SMA, berlabel angka 1 di belakangnya.

Al-kisah, musim libur sekolah setelah semester akhir segera berlalu. siswa-siswi yang baru saja lulus SMP dan sederajat berbondong-bondong mendaftarkan diri ke sekolah negeri tersebut. di saat hampir bersamaan, setelah beberapa hari menginjakkan kaki di rumah untuk menikmati masa liburan kuliah saya di Jawa sana, justru bukan "ketenangan" yang saya jumpai. keluh-kesah para wali murid dan sejumlah cukup banyak lulusan SMP terngiang menyakitkan dan memekakkan telinga saya.

Satu siswa, dua siswa, sampai sejumlah banyak siswa lulusan SMP, sengaja curhat langsung ke saya terkait hal yang sama. mereka tidak diterima di sekolah di Kecamatan asal mereka dengan alasan quota siswa yang telah terdaftar sudah melebihi kapasitas. tidak cukup di situ, mereka merasa sangat dikecewakan oleh karena banyak siswa dari luar kecamatan itu yang justru mudah saja diterima sekolah tersebut.

"ada apa ini?," gerundel saya. apa yang harus saya lakukan di saat sudah telat begini. karena, di hari saya menggumam marah mendengar keluh-kesah itu, justru esoknya, tepatnya hari senin, dimulai pendaftaran ulang alis registrasi. ini berarti pendaftaran siswa baru jelas sudah ditutup. hmmm...

tapi apa pun resikonya, saya merasa harus tetap dan segera bertindak sebelum musim sekolah dimulai. saya berpikir, paling tidak, saya bisa mengeluarkan "jurus" dan "mantra" sakti saya yang suka ngoceh-ngoceh "sok pintar" di kampus. "siapa tau manjur," pikirku dalam hati...hehehe.

singkat cerita. setelah mengumpulkan sejumlah data dan informasi termasuk teori pendidikan ato apapun namanya. dengan sok gagah berani, saya mendatangi sekolah itu sendirian. saya langsung menghadap kepala sekolah (saya dikira wali murid yang mau daftarin anaknya...wah tua banget dunk saya). belum lama berbicaa, karena tau arah pembicaraan yang "tidak baik", si Kepsek ini ngajak saya ke ruangannya dan di saat yang sama dia langsung menelpon semua komite sekolah lengkap dengan seorang aparat.

di ruang kecil kantor itu saya "dikepung", kalau gak salah, 7 orang atau lebih. saya seperti "pesakitan, yang sedang dinterogasi. seperti sensus penduduk, mereka bertanya, saya asli mana, dari lembaga apa, kuliah dimana, ikut LSM apa. saya cuma menjawab satu; "dari warga Indonesia Peduli Pendidikan"...hahaha. sejujurnya, di dalam hatu saya merasa deg-degan dan tertawa sekaligus. nah loh?!

sebenarnya cerita sok pahlawan ini bukan intinya. karena, alhamdulillah, "jurus sakti" dan "mantra suci" mulut dower saya ternyata memang "manjur". semua siswa-siswi yang curhat itu pada akhirnya bisa diterima di sekolah tersebut.


JANGAN MAU DIKELABUI BAHASA (EUFIMISME)

di saat saya dikepung oleh berbagai argumen yang saling menguatkan dari pihak sekolah dengan alasan-alasan mereka, dengan "teori-teori" dadakan mereka yang tidak saya temukan di dalam kitab-kitab pendidikan, sampai jurus super menghanyutkan bin halus dengan bahasa sasak (sebelumnya sih kita pakai bahasa indonesia) mereka ingin mengelabui saya biar segera menyerah. tp saya tetap teguh pendirian.

ini fenomena (politik) bahasa sekaligus fenomena (politik) komunikasi yang kadang "mengelabui" atau "melemahkan" daya kritis . Michel Faocault sangat berjasa besar pada saya dengan teoris Relasi (politik) pengetahuannya yang coba saya pahami bahwa dalam bahasa pun ada kecenderungan politik penguasaan atas komunikan bahasa itu. Hitler juga memberi sumbangsih "teori" Propaganda (kejahatan jika diindoktrinasi berulang-ulang bisa berubah jadi kebanaran) yang membuat saya belajar untuk tidak mengikuti klaim-klaimnya. Ilmu Eufimisme juga mengajarkan pada saya untuk tidak mudah terjebak oleh "kehalusan" tutur kata yang menghipnotis jiwa saya yang mudah iba. Ilmu retorika juga melatih saya untuk benar-benar memperhatikan "cengkok" atau kata-kata yang mendayu-dayu tapi miskin makna.

kenapa? ditengah perdebatan yang lebih 2 jam menghadapi 7 orang itu, saya dengan tegas mengatakan, bagaimanapun intonasi gaya bicara anda, bagaimanapun anda membentak-bentak saya, jika saja itu tetap keluar dari prinsip-prinsip pendidikan baik yang terkandung dalam Undang2 Pendidikan nasional maupun hakikat pendidikan, saya akan tetap melawan. itu kata-kata saya ketika itu. karena kebetulan setelah mereka "bosan" atau mungkin "patah arang" setelah pada membentak saya, bahkan cenderung mengancam, mereka mulai dengan bahasa lunak (khususnya si aparat), bahkan dengan (eufismisme) bahasa sasak dengan mengatakan contohnya (maaf saya lupa apa persis omongannya): . "tiang pelungguh senamian nike kan besemeton, side kan semeton tiang juga (sambil tersenyum lembut menghadap saya) silak te pade beriuk saling dukung". apa jawaban saya ketika itu? (seingat saya) dan ini sebagai contoh; "silahkan anda pakai bahasa apapun, bahasa sasak pun boleh, tutur kata lembut pun boleh, tapi jika itu justru mematikan kemanusiaan dan pendidikan, maka itu tidak akan merubah pendirian saya dalam membela apa yang saya yakini benar"



NB: saya menulis ini karena ada yang membuat saya gerah dari komen2 di sebuah Grup (khusus) warga NTB di FB, yang bagi saya, justru mengelabui. meski, tentu saja, setiap orang punya cara dan gaya bertutur kata. entahlah, mungkin saya yang salah dan atau kurang cerdas memahaminya.



ampurayan. tiang masih terlalu muda (ngeles sekedik...hehehe). silahkan dikritik.