Thursday, March 29, 2007

Pengantar Buku "Matinya Dunia Cyberspace"

Pengantar Buku
“Matinya Dunia Cyberspace: Kritik Marks Slouka terhadap Jagad Maya”
Mengangkat masalah dunia kritik media, terutama sekali kritik media mutakhir, penulis jadi teringat dengan rangkaian cerita film Terminator 3 dan Matrix Reloaded. Kedua film ini berkisah tentang penyelamatan dunia dari ekspansi koloni makhluk maya cyborg, sebuah embrio raksasa perpanjangan dari badan dalam ruang menuju perpanjangan sistem syaraf digital buatan media dari planet cyberspace. Tapi ini jelas bukan sebuah kisah penyelamatan atau episode apik, bahwa “kebenaran pasti menang”. Ini hanyalah sekelumit wacana (ontologis) yang sedikit mengangkat sisi-sisi subtil kritik media mutakhir melalui lidah tekstual seorang Mark Slouka: bahwa cyberspace mulai mendekonstruksi “sunnatullah” dan mendistorsi “fitrah” manusia melalui jargon (politik) virtualnya.
Pertama, tanpa melewati fase sejarah yang panjang, kita sampai pada kenyataan bahwa computer-mediated-communication (CMC) baru saja dimulai. Adalah sebuah konsekuensi logis bila kemudian jejak-jejak teoretis komunikasi massa menjadi relevan untuk diredefinisi. Dan tidak kurang seriusnya jika ini juga berujung pada varian kritik-kritik baru dunia media. Dengan alasan ini pula, penulis mencoba bergumul dan menengelamkan diri ke dalam “ekstase bermain” dengan kritik-kritik Slouka lewat bahasa penafsiran. Sementara persoalan kritik media dan pencerahan (baca: solusi yang ditawarkan) ala Slouka akan menjadi rumusan dalam kerangka berpikir penulis.
Kedua, dalam buku ini di samping pengenalan tentang diri Slouka, akan disinggung sedikit tentang fenomena media belakangan ini. Pun demikian, karena imperialisme Internet yang tampak semakin subur di tengah hiruk-pikuk lalu-lintas percepatan informasi (information superhighway) dan gelombang posmodernisme media yang begitu dahsyat, maka posisi Slouka, tentunya dalam debat media dewasa ini, layak untuk dikedepankan.
Ketiga, seperti halnya sebuah kritik yang sering kali reduktif, sebuah dialektika penafsiran tidak mungkin lepas dari kendala hermeneutisnya. Kecenderungan subjektif, tidak bebas nilai, dan bahkan keluar dari kerangka metodis episteme modern tentang bagaimana bersikap rasional dan menjadi ilmiah, menjadi momok utama hermeneutika. Apalagi banyak yang menegaskan bahwa hermeneutika bukanlah sebuah metode. Ia hanya berkeliaran dalam dunia utak-atik filsafat. Akan tetapi, sikap ilmiah seorang hermeneut menjadi mungkin saat ia terlibat dalam lingkaran intersubjektif atau interteks. Dan ini ditunjukkan dengan keikutsertaan tematik yang penuh dengan fenomena atau wacana yang diusung oleh pengarang. Selanjutnya, model alternatif pemahaman dari pendekatan abduktif dan analisis hermeneutika teks atau hidangan siap saji “model tafsit tematis” menjadikan tulisan ini “bebas nilai” dan mencapai “keterukuran universal ilmu (epistemologi)”.
Skenario cerita selanjutnya dari tulisan ini adalah bahwa pergumulan seru antara penafsir dan pengarang akan terlihat paling serius dalam episode keempat (Bab IV) dari keseluruhan wacana. Biar tulisan tidak begitu bias dan melebar, penulis mengabduksi karya ini hanya pada tiga pendekatan studi media mutakhir (terutama media digital)—Destopian, Neo-futuris, dan Teknorealis—dengan mengangkat tema-tema semacam konsep realitas, komunitas, identitas dan konsep ruang.
Tutup wacana, hasil dari penulisan tidak happy ending, tidak pula bad ending. Yang ada tinggal undangan bagi kesangsian, bahwa kritik Slouka tetap signifikan dalam kancah kritik media. Yang muncul malah bukanlah sebuah hasil konkret, tapi tantangan-tantangan baru media posmodern atau sekelumit wacana tentang spirit baru dalam cyberspace. Tentang bagaimana kita menyikapinya secara realistis dengan meletakkannya pada posisi antara, mengikuti jalur yang diambil teknorealisme. Dan karena ia merupakan penafsiran yang mau tidak mau akan terus bersambung dan berdialektika. Semacam Terminator atau Matrix yang juga terus berlanjut. Selamat membaca.
Malang, 29 Maret 2007
Penulis
Astar Hadi

No comments:

Post a Comment